PopupWindow script

August 27, 2008

saya buat menu inputan tapi cuma sedikit misal hanya nama dan password aja, kalau full 1 window kan kurang menarik d lihat, ternyata ada script untuk buat popup window yang ukurannya bisa di atur seskuka kita (tapi kalao d maximize tetep aja :D).

<script language="javascript">
function PopupWindow(strURL,intHeight,intWidth)
{
var newWindow;
var intTop= (screen.height - intHeight) / 2;
var intLeft= (screen.width - intWidth) / 2;
var props = 'scrollBars=yes,resizable=yes,toolbar=no, menubar=no,location=no,directories=no, width='+intWidth+',height='+intHeight+', left='+intLeft+',top='+intTop+'';
self.name = "<%=strRandom%>"
newWindow = window.open(strURL, "Popup", props);
}
</script>
<script language="javascript">
function PopupWindowRpt(strURL,intHeight,intWidth)
{
var newWindow;
var intTop= (screen.height - intHeight) / 2;
var intLeft= (screen.width - intWidth) / 2;
var props = 'scrollBars=yes,resizable=yes,toolbar=no, menubar=no,location=no,directories=no, width='+intWidth+',height='+intHeight+', left='+intLeft+',top='+intTop+'';
self.name = "<%=strRandom%>"
newWindow = window.open(strURL, "Popup", props);
}
</script>

lalu cara panggilnya d button biasa seperti new weindow :

<input type=”button” name=”tombol”  value=”Add New Member” onClick=”PopupWindow(‘member.php’,222,494);”>

ya, kira-kira seperti itu. semoga bermanfaat 🙂


kenapa harus psikotest?

August 25, 2008

ya, mungkin psikotest itu sangat penting untuk mengetahui karakter dan minat seseorang? tapi itu gimana cara ngitungya ya?
bukan itu yg saya mau bahas. beberapa kali ikut psikotest untuk seleksi masuk kerja, tapi kenapa selalu ada soal yang sama ya?
pertama : menciptakan gambar baru dari bentuk-bentuk dasaryang ada dalam 8 kotak dan d suruh membuat list yang paling mudah dan paling susah, paling di suka dan tidak;
kedua : gambar pohon berkambium dengan pengecualian tertentu;
dan ketiga : gambar manusia dengan utuh dengan menyabutkan dia sedang apa, namanya siapa, umurnya berapa, sifat positif dan negatifnya?
kenapa harus selalu itu ya? maaf u/ para psikolog (saya mau belajar menganalisa :)) bila seminggu dapat panggilan psikotest, pasti harus melewati tiga perintah tersebut.:D kalau setiap psikotest kita membuat gambar yang sama berarti bila ada satu perusahaan yang menyatakan kita tidak lolos kemungkinan besar perusahaan satunya akan menyatakan hal yang sama bukan? kenapa ga buat sertifikat yg berlaku dalam jangka waktu tertentu (kaya surat SKCK) aja ya. jadi dalam jangka waktu itu klo perusahaan minta psikotest kan tinggal nunjukin itu dan kita bisa ikut prosedur selanjutnya. hehehehehehe….
nih, biasanya orang mengisi delapan kotak tersebut dengan gambar berikut (dengan menggambar ini ada yang lolos dan banyak yang gagal,hehehehehehe… tergantung perusahaannya)
kotak pertama : biasanya gambar bunga, papan panah atau jam;
kotak kedua   : biasanya gambar alis, cacing atau bakteri;
kotak ketiga  : biasanya gambar grafik atau tiang listrik;
kotak keempat : biasanya gambar papan catur atau batik;
kotak kelima  : biasanya gambar senjata tajam atau sapu;
kotak keenam  : biasanya gambar 3 dimensi;
kotak ketujuh : biasanya gambar jejak kaki atau cincin;
kotak kelapan : biasanya gambar matahari, jamur, payung atau topi;
ya itu lah yang biasanya kebanyakan d gambar sama orang. tapi kalo menurut saya jangan coba-coba gambar yang itu deh kalo temen-temen ada yang mau psikotest, coz.. itu udah kebanyakan yang gambar. jd buat yang lebih kreatif lagi ya.
🙂 semoga berhasil and dapat karir yang baik…
Selamat Berjuang!!!!


Cinta dari Darah dan Ruh

August 22, 2008

Lelaki itu sudah mengabdi pada ibunya sampai tuntas.
Ia menggendong ibunya yang sakit lumpuh. Memandikan dan mensucikannya dari semua hadatsnya. Ikhlas penuh ia melakukannya. Itu balas budi dari seorang anak yang menyadari bahwa perintah berbuat baik kepada orang tua itu diturunkan Alloh SWT persis setelah perintah Tauhid.

Tapi entah karena dorongan apa ia kemudian bertanya pada Khalifah Umar Bin Khattab: “Apakah pengabdianku sudah cukup untuk membalas budi ibuku?”

Lalu Umar R.A, pun menjawab: “Tidak! Tidak Cukup!

Karena  kamu melakukannya sembari menunggu kematiannya, sementara ibumu merawatmu, mengasuhmu sembari mengharap kehidupanmu”.

Tidak! Tidak! Tidak!

Tidak ada budi yang dapat membalas cinta seorang ibu. Apalagi cuma meng-imbanginya. Sebab cinta seorang Ibu mengalir dari darah dan ruh. Anak adalah buah cinta dari dua hati.

Namun ia tidak dititip dalam dua rahim. Ia dititip dalam rahim sang ibu selama sembilan bulan: disana sang janin hidup bergeliat dalam sunyi sembari mengunduh saripati kehidupan sang ibu. Ia lalu keluar diantar darah: inilah ruh baru yang dititip dari ruh yang lain.

Itu sebabnya cinta Ibu merupakan ‘cinta misi’. Tapi dengan ciri lain yang mem-bedakannya dari jenis ‘cinta misi’ lainnya, darah! Ya, darah!  Anak adalah metamorfosis dari darah dan daging sang ibu, yang lahir dari sebuah ‘kesepakatan’. Cinta ini adalah campuran darah dan ruh. Ketika seorang ibu menatap anaknya yang sedang tertidur lelap, ia akan berkata di akar relung hatinya: itu darahnya, itu ruhnya!  Tapi ketika ia memandang anaknya sedang merangkak dan belajar berjalan, ia akan berkata di dasar jiwanya: itu hidupnya, itu harapannya, itu masa depannya!

Itu silsilah yang menyambung kehadirannya sebagai peserta alam raya.

Itu kenikmatan jiwa yang tercipta dari hubungan darah. Tapi diatas kenikmatan jiwa itu ada kenikmatan ruhani. Itu karena kesadarnnya bahwa anak adalah amanat ‘langit’ yang harus dipertanggungjawabk annya di Akhirat kelak. Kalau anak merupakan isyarat kehadirannya dimuka bumi, maka ia juga menjadi salah satu penentu kebahagiaannya di Akhirat kelak. Dari situ ia menemukan semangat bertumbuh tanpa batas: sang anak memberinya kebanggaan eksistensial, juga sebuah pertanggungjawaban dan sepucuk harapan tentang tempat yang lebih terhormat di surga nanti berkat do’a do’a sang anak. Dalam semua perasaan itu sang ibu tidak sendiri, sang ayah juga ber-serikat bersamanya. Sebab anak itu salah satu bukti kesepakatan jiwa mereka. Mungkin karena kesadaran tentang sisi dalam jiwa tua itu.

DR. Musthafa Sibai, menulis persembahan kecil dihalaman depan buku monumentalnya: “ Kedudukan Suunah Dalam Syariat Islam”. Buku ini,  kata Sibai, kupersembahkan kepada ruh ayahandaku yang senantiasa melantunkan doa-doanya: “Ya Alloh, jadikanlah anakku inisebagai sumber kebaikanku di Akhirat kelak”.

Do’a sang ibu dan sang ayah, selamanya merupakan potongan-potongan jiwanya! Karena itu ia selamanya terkabul!.
Sumber:  Ustdz. Anis Matta *

sudahkah kita berfikir tentang hal itu? saya masih banyak melihat d keliling anak yang suka bahkan sering melawan kepada orang tua. teman-teman, semoga artikel ini bisa membuat kita merenung dan minta maaf lah pada orang tua sebelum terlambat! 😀


Membuat folder baru pada serrver

August 21, 2008

bisa ga ya kalo mau buat satu folder baru d server misal u/ menyimpan file? seperti biasa googling lagi kan? ya emang paman google baik bgt (eh, yg buat program lah yg baik mau berbagi):D

ternyata kalau untuk d windows sama kaya membuat folder dengan comand pake mkdir, nih contohnya

<?php
$iip="tes";
$dir = 'C:\\Program Files\\xampp\\htdocs\\myiip\\' . $iip;
if(!is_dir($dir))
{
mkdir($dir);
echo $dir." created!";
}
else{
echo "Folder sudah ada";
}
?>

gitu aja, semoga bermanfaat!


ooh.. Outsourcing

August 19, 2008

kemarin aku ikut interview lagi nih, karena aku ga betah ni d kantor (mungkin karena outsourcing :)).
mungkin aku ketinggalan informasi tentang outsourcing (sebut OS) ya, karena aku skarang terjabak di outsourcing di kantorku membuat aku bertanya apa sih ini maksudnya OS ini?
aku coba cari pengertian ini dan aku dapat penjelasan seperti ini :
alasan utama untuk melakukan outsourcing di Indonesia dan di luar negeri berbeda. Alasan utama untuk melakukan outsourcing di Indonesia adalah karena tidak adanya sumber daya yang mampu mengerjakan, sementara di luar negeri alasan utamanya adalah untuk efisiensi biaya (yang artinya sebetulnya internal perusahaan memiliki kemampuan akan tetapi lebih mahal jika dikerjakan sendiri). Nah, ini cukup mengkhawatirkan karena salah satu prinsip dari outsource adalah kita tetap harus mampu mengendalikan outsource ini. Jika kita tidak mempunyai sumber daya yang mengerti (mampu mengerjakan), maka bagaimana kita bisa mengendalikan? trus ada lagi :
Asli dan kenyataan yang tidak dibuat-buat bahwa bisnis outsourcing di Indonesia sangat memeras pekerja dan membuat gemuk pengusaha. Contoh berapa sih gaji seorang cleaning service dengan cara outsourcing itu hanya Rp.22.000 saja per hari dan kerjanya rata-rata 10 jam. Mereka tidak pernah diangkat karyawan tetap walaupun udah kerja puluhan tahun. Jelas hati mereka teraniaya seperti diiris silet. Walau foto mereka dipampang di famplet untuk promosi perusahaannya dengan wajah tertawa atau tersenyum manis, sebenarnya hatinya menjerit alias menangis karena tersiksa oleh keadaan ini. ada yang ini :
outsourcing mempraktekkan dehumanisasi atau pengingkaran hak dasar seseorang layaknya manusia yang bebas dan merdeka. System kerja outsourcing ini sama sekali tidak menghargai buruh layaknya sebagai seorang manusia. Sebab, outsourcing tidak lebih dari bentuk perdagangan manusia kepada manusia lainnya (trafficking). Dimana buruh tak ubahnya seperti barang yang diperjual belikan dengan seenaknya oleh pengusaha. ada lagi yang bilang :
sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja buruh menjadi tidak jelas. Misalnya begini ; jika kita bekerja pada perusahaan A (second company), dimana sebelumnya kita disalurkan oleh perusahaan B (parent company), maka ketika terjadi pelaggaran hak-hak normatif (upah dibayar lebih rendah dari UMP/UMK, jam kerja yang berlebihan, lembur yang tidak dibayar, tunjangan hari raya yang tidak diberikan, pelarangan cuti, PHK, dll), maka akan timbul suatu pertanyaan ; kepada siapa kita harus menuntut? Apakah kepada perusahaan A yang mempekerjakan kita, ataukah kepada perusahaan B yang menyalurkan kita?. Ketidakjelasan ini membuat kita sulit dan bingung mengenai hubungan kerja kita. Bahkan lebih parahnya lagi, baik perusahaan A maupun perusahaan B, saling lempar tanggung jawab terhadap tuntutan yang kita inginkan.
Yang perlu dibenahi adalah peraturan outsourcing itu sendiri…Gak masalah ikut outsourcing asal jelas kontraknya n juga masa kerja jangan setahun gitu…gimana mau konsen kerja…baru kerja aja udah mikirin gimana status kerjanya, diperpanjang gak? atau cari2 lowongan gitu… Paling gak masa kerja tuh 3 tahun atau 5 tahun gitu…
nah, dari itu semua.
sebenarnya udah banyak blog yg membahas tentang ini, dari sedikit itu di atas banyak pertanyaan d benakku. setiap hari buruh, bahkan 16 agustus kemarin banyak buruh yang demo agar pemerintah menghapuskan sistem OS dan kontrak d indonesia, hanya itu permintaan buruh sejak tahun 2003 hingga sekarang yang mungkin d anggap pemerintah hanya lenong d jalan aja 😀 sehingga ga ada sedikit pun tindakan yang d tunjukkan. bahkan sekarang ada beberapa instansi pemerintah yang men-outsource kan karyawannya.(sayang banget ya? padahal udah seneng bakal jd PNS) 🙂
sekarang outsource bukan untuk buruh kasar saja, bahkan orang berdasi atau yang ada di balik komputer pun outsourcing. ini yang sebenarnya ingin aku bahas, ada dua pertanyaan yang aku ingin tanyakan kepada mereka, apa mereka menerima dengan ikhlas posisis mereka saat ini? dan kenapa mereka tidak melihatkan support kepada para buruh yang turun k jalan tiap tahun? yupz, d sini aku ingin memberikan support kepada teman-teman yang berusaha demo k pemerintah agar OS d hapuskan (karena d indonesia pengertiannya telah salah kaprah) walaupun pemerintah gak pernah menanggapi. untuk d ketahui :
Sistem Kontrak atau outsourcing memang menempatkan buruh pada posisi lemah di tangan perusahaan. Dari perspektif kaum buruh, masa depan atau ketidakpastian kerja menjadi salah satu titik lemah dari sistem tersebut. Tidak adanya pilihan lain, para buruh pun terpaksa menerima sistem tersebut dengan dibarengi rasa was-was ketika mendekati akhir kontraknya. Pilihannya hanya dua, dilanjutkan atau dihentikan. Inilah pokok masalah yang dihadapi para tenaga kerja, yaitu tidak adanya jaminan atau kepastian kerja (job security) di masa datang. Dari perspektif perusahaan atau kaum kapitalis, sistem ini jelas relatif menguntungkan karena konsekuensi biaya buruh menjadi lebih “murah”. Hmm jadi inget fungsi produksi Cobb-Douglas yang menempatkan tenaga kerja sebagai input yang bisa diutak-atik untuk meningkatkan produktifitas perusahaan.
oh… pengusaha… pebisnis… tega sekali kau menjadikan pekerjamu seperti ini? bukan mereka juga manusia? coba renungkan jika kau, atau kerabatmu berada d posisi buruh tersebut?


*Malam Pertama, Kedua dan Ketiga dari Melayu*

August 13, 2008

ni ada cerita lucu dari tetangga 😀

Dalam keheningan malam penuh syahdu, Ramli masuk ke kamar kerana mengantuk.Dilihat isterinya sudah berselimut dari hujung rambut ke hujung kaki. Malu agaknya. Maklumlah malam pertama…” bisik hati Ramli.

Dimatikanya lampu dan ia pun berbaring di katil. Dicelah2 saura kodok menyeru pasangannya, terdengar suara isteri berbisik, penuh romantis, “Buah papaya dah masak ranum, bila tupai nak datang merasa ?” 

“Dah, apa citer ni ?” tanya Ramli dlm hati. 

Separuh malam dia terbaring berfikir. “Oh, agaknya isteri ku teringat kampung halaman.. sian.. sampai mengigau? Takpelah, biarlah dia tidur” bisik hatinya penuh understanding. 

Mlm ke 2 adegan yg sama cuma dialognya agak berbeza. 

Bisik isteri “Sawah bendang dah siap dibajak, bila pak tani nak turun menyemai?” 

“kesiannya bini aku.. masih ngigau lagi.. aku mesti cari penawar !”

Ramli bertekad. 

Esok harinya, Ramli bercerita pada ayah yg kebetulan datang untuk bertanya khabar `pengantin baru’ 

“Lah..” keluh ayah Ramli, “aku antar belajar sampai Universiti, benda cam ni pun kau tak paham?” 

Ayahnya pun mula bercerita perihal adam & hawa, laila & majnun, romeo & juliet… (yg relevan untuk pegantin baru je!) 

Sepatah cakap orang putih “about the birds & the bees”. “oh. cam tu.” sengih ramli, “baru saya paham. 

”Taulah apa nak buat malam ni!”

Malam yg sangat ditunggu2 ramli pun tiba, Adegan sama dikamar tidur, cuma kali ini isterinya membisu seribu bahasa. 

“lah.. nape pulak senyap. takkan dia give up” tertanya2 si Ramli. 

Setelah sekian lama tanpa suara dari isteri, Ramli pun berkata, “Dah lapar betul rasanya perut, boleh tupai datang merasa?”

Malam dingin semakin sunyi.. tak jawab pun… 

“Kain pelikat dak disinsing rapi, boleh pak tani turun menyemai ?”

pun..masih takde jawaban. 

Ramli mencuba lagi. “Juruterbang dah siap sedia… boleh pesawat turun mendarat ?” 

Sayu sekali jawaban si isteri dari bawah selimut, “Maaf tuan…Landasannya baru saje banjir…!” 

*Wekekekek…..


Aku Datang Maisya

August 12, 2008

ini cerita dari milis tetangga.. aku suka isinya 😀

Posted by: “Khoirul Ma’arif”
Thu Aug 11, 2008 10:06 pm (PDT)
———— ——— ——— —

Kisah Nyata: Aku Datang Maisya

Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani
semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah
aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama,
ternyata dinikahi orang lain. Sedih juga
rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan
sudah kujalani “prosedurnya” . Tapi ternyata kandas karena aku dinilai
masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya , aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku
mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah
mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan
pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,” kata
temanku.

Tapi kujawab enteng, “Tapi ane (aku) langsung sreg kok”.

“Ya sudah, terserah ente aja lah,” sahut temanku sambil geleng-geleng
kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu
adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina,
hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena
itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan
Maisya (akhwat incaranku itu). Sabar deh, sementara ikuti saja seperti
air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan
Maisya. Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu
mengungkapkan niatku untuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh
menghadap murabbinya (guru/pembimbing) .

“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?” tanyaku.

“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi
saya.” jawabnya.

Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya
disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara
birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama
kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau
siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah
(pergerakan) .

***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad
kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit
kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol
tiga kali dan “Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka, kami pun pulang
dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat
terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku
hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan
alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan
agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz
yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca.
Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang
membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering
kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan.
Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan
dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku
menjawab dengan nada menyesal.

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan
menikahi akhwat tarbiyah, sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau
liqa’ tertentu dan ga’ punya MR, maka ente otomais akan ditolak. Apalagi
ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah,
bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer).”

“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa
namanya tadi, liqa’? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR
dong. Oo.., jadi begitu ya?” aku hanya melongo.

***

Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan
hatiku sedikit hancur.

“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin
Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan
yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan
selama ini, Assalamu’alaikum, ”

“Kletuk, nuut nuut nuut” terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada
sambung terputus.

Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat
jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. “Astagfirullah, ”
kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu
harus bagaimana. Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu
menelepon nyeletuk .

“Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain
ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak.”

Aku jawab saja dengan ketus, “Ane belum nyerah, karena ada yang janggal dalam
pemolakan it, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”.

“Udah deh jangan terlalu PD,” sahut sohibku.

Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR
menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Aku dipandang beda manhaj dalam
memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan
tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah,
dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad
Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan
bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih.

Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg
sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. “Apa yang
harus kuperbuat?” kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang
lain? Baru begitu saja kok nyerah.

Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis surat ke orangtua Maisya. Yang
kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya
berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses
penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan
menerima dan tak akan menghubunginya lagi.

Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat
itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu?
Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang
harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku
ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit
ndableg. Di penghujung surat tersebut kukatakan, “Kalau memang Allah
takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya
untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang
pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya.”

Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang
lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan
mengatakan “rayuan gombal!”. Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku
yang paling dalam.

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu
Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara
aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak
perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli). Kak Dahlia
menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat
tersebut.